www.pantaupublik.id – Pasaman – Setelah satu tahun pelarian, seorang pelaku pencabulan anak di bawah umur berhasil ditangkap oleh Tim Harimau Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Pasaman. Tersangka berinisial SJ (32) ini ditangkap saat bersembunyi di rumah kontrakannya yang berada di Kota Bukittinggi pada Rabu, 17 Juni 2025.
“Tersangka kami tangkap tanpa perlawanan berarti. Tim langsung mengamankan pelaku di lokasi persembunyiannya,” ungkap AKP Fion Joni Hayes, SH. MM., Kasat Reskrim Polres Pasaman, dalam keterangan pers pada Kamis, 19 Juni 2025.
Pengakuan Pelaku dan Latar Belakang Kasus
Dalam pemeriksaan awal, SJ mengakui bahwa ia telah mencabuli korban—yang masih berstatus anak di bawah umur—sebanyak lebih dari 50 kali di dua lokasi terpisah, yaitu di rumah pelaku dan rumah korban yang berada dalam satu lingkungan. Serangkaian perbuatan bejat ini, menurut pengakuan SJ, dilakukan karena ia memanfaatkan kedekatan hubungan dengan keluarga korban. Hal ini menunjukkan adanya risiko yang harus segera ditangani dalam masyarakat, di mana kepercayaan dapat disalahgunakan dengan sangat tragis.
Berdasarkan data, kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia mengalami peningkatan signifikan. Dengan adanya penangkapan SJ, diharapkan dapat menjadi sinyal bagi masyarakat untuk lebih waspada terhadap semua bentuk kejahatan seksual, terutama yang menyasar anak-anak. Pelaku seperti SJ tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menghancurkan masa depan anak-anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan cinta.
Proses Hukum dan Implikasi yang Harus Diperhatikan
SJ saat ini telah diamankan di ruang tahanan Polres Pasaman untuk menjalani proses penyidikan lebih lanjut. Polisi juga tengah mengumpulkan keterangan dari saksi-saksi untuk memperkuat berkas perkara. Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa tindak pencabulan anak merupakan pelanggaran serius yang dapat dikenakan sanksi berat. Dalam hal ini, SJ dijerat dengan Pasal 81 ayat (2) jo Pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang diperbaharui melalui UU RI Nomor 17 Tahun 2016 serta UU Nomor 23 Tahun 2022, yang memberikan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Masyarakat, terutama orang tua, perlu lebih waspada terhadap perilaku anak dan orang-orang di sekitar mereka. Penting untuk membangun komunikasi yang baik dengan anak agar mereka merasa aman dan dapat bercerita apabila mengalami hal yang tidak diinginkan. Selain itu, peran lembaga sosial dan pemerintah dalam memberikan edukasi tentang perlindungan anak juga sangat krusial untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak.
Dengan begitu, setiap pihak dapat berkontribusi dalam meminimalisir kasus serupa di masa depan. Pengetahuan dan kesadaran yang tinggi di kalangan masyarakat dapat menjadi benteng utama dalam melindungi anak-anak dari potensi kejahatan seksual.