www.pantaupublik.id – Jakarta, – Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk mengembalikan empat pulau sengketa ke dalam administrasi wilayah Provinsi Aceh menjadi sorotan utama. Langkah ini, yang diumumkan dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa (17/6), mendapatkan respons positif dari Gubernur Aceh, Muzakir Manaf.
Muzakir Manaf menekankan bahwa keempat pulau tersebut adalah bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Itu mimpi kita bersama,” jelasnya sambil berdampingan dengan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Afif Nasution.
Empat Pulau Strategis yang Diperebutkan
Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek adalah empat pulau yang terlibat dalam sengketa ini. Pulau-pulau ini meskipun kecil, memiliki pentingnya tersendiri baik dari segi historis maupun strategis. Awalnya, pulau-pulau ini tercatat dalam data Kementerian Dalam Negeri sebagai bagian dari Provinsi Sumatera Utara, yang memicu ketidakpuasan dari Pemerintah Aceh.
Keputusan Menteri Dalam Negeri yang terbit, yang menyebutkan status pulau-pulau tersebut sebagai bagian dari Sumut, telah menciptakan krisis ini. Dalam konteks ketatanegaraan, penyelesaian masalah ini tidak hanya penting bagi Aceh, tetapi juga bagi stabilitas dan keharmonisan antarprovinsi di Indonesia. Mengingat sensitifnya isu ini, penting untuk mencermati aspek-aspek historis, geografis, dan sosiopolitik yang melatarbelakanginya.
Membangun Keharmonisan Antarprovinsi
Muzakir Manaf merasa lega dengan keputusan final pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, setelah evaluasi lintas kementerian dilakukan. Keputusan ini diharapkan tidak hanya mengakhiri ketegangan antara Aceh dan Sumut, tetapi juga menjadi preseden bagi penyelesaian sengketa wilayah administratif lainnya di Indonesia.
Beliau mengungkapkan terima kasih kepada Presiden Prabowo dan para pejabat terkait yang berkontribusi dalam menyelesaikan sengketa ini. “Kami berharap tidak ada lagi klaim tumpang tindih di masa mendatang, sehingga hubungan antara Aceh dan Sumatera Utara tetap harmonis dalam bingkai NKRI,” tandasnya.
Dengan tuntasnya masalah ini, tampak bahwa akurasi dalam pemutakhiran data wilayah administratif menjadi sangat penting. Pengalaman ini menunjukkan betapa vitalnya komunikasi dan koordinasi antarinstansi pemerintah dalam penyelesaian isu-isu sensitif seperti ini.