www.pantaupublik.id – Dugaan penipuan dalam transaksi jual beli rumah kembali mengemuka di Kota Ternate. Kasus ini melibatkan seorang warga bernama Fachrul Buamona yang melaporkan pasangan suami-istri, Nurul Mulyani Muhammad dan Sallu Ajam, ke aparat kepolisian setempat dengan tuduhan penipuan dan penggelapan uang senilai ratusan juta rupiah.
Ketidakadilan dalam transaksi ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga menimbulkan dampak lebih luas pada masyarakat. Fachrul menegaskan bahwa masalah ini adalah persoalan hukum yang perlu ditangani secara tegas, bukan sekadar urusan pribadi.
Awal mula kasus ini terjadi pada malam hari di bulan Februari 2025. Adik Fachrul, Desy, diminta untuk melakukan transfer uang muka sebesar Rp2.000.000 ke rekening Nurul Mulyani sebagai tanda jadi untuk satu unit rumah di perumahan Grand Arifansyah, Ternate Selatan.
Setelah itu, transaksi dilanjutkan dengan pembayaran tambahan sebesar Rp108 juta ke rekening Nurul. Total kerugian yang harus ditanggung Fachrul mencapai Rp110 juta, yang tentunya menjadi beban besar bagi keluarganya.
Untuk memperkuat dugaan penipuan, transaksi tersebut berlangsung di rumah Sallu Ajam, yang mengklaim sebagai pengembang. Dalam kesepakatan awal, mereka menjanjikan bahwa unit rumah tersebut akan siap huni setelah bulan Ramadhan, tetapi hingga saat ini tidak ada progres yang menunjukkan adanya pembangunan.
Melihat Ketidakpastian dalam Proyek Properti
Fachrul dan keluarganya langsung mengecek lokasi untuk memastikan keberadaan proyek. Hasilnya sangat mengecewakan, karena tidak ada satupun pembangunan fisik atau tanda-tanda aktivitas di sana. Bahkan, pihak Bank BTN juga memberikan konfirmasi bahwa pengajuan KPR atasnama Fachrul tidak dapat diproses karena masalah legalitas.
Kejutan lain pun muncul ketika Fachrul menemukan bahwa semua transaksi dilakukan melalui rekening pribadi Nurul, dan bukan melalui rekening resmi perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak wajar, dan menambah indikasi bahwa transaksi tersebut bisa jadi merupakan penipuan yang mengatasnamakan perusahaan.
Selanjutnya, Fachrul mengungkapkan tawaran tidak wajar dari pihak pengembang untuk membuat perjanjian di notaris dengan skema cicilan. Janji yang diucapkan bahwa pembangunan akan selesai dalam waktu dua bulan ternyata jauh dari kenyataan.
Ironisnya, ketika masalah muncul, pihak developer meminta Fachrul untuk menulis surat pembatalan sepihak. Dalam kesepakatan yang mereka buat, pembatalan dari pihak pembeli dikenakan potongan 50 persen, meski developer yang ingkar janji.
Fachrul merasa bahwa situasi ini sangat tidak adil, terutama ketika ia dan keluarganya yang harus menanggung beban dari kesalahan orang lain. Dia bertanya-tanya apakah ini merupakan bentuk keadilan yang seharusnya ada dalam transaksi jual beli properti.
Langkah Hukum untuk Melindungi Konsumen
Dalam lajur hukum, Fachrul telah mengajukan laporan resmi ke Polres Ternate. Dia menganggap bahwa masalah ini lebih dari sekadar kekecewaan atas transaksi yang gagal; ini adalah indikasi kuat akan adanya tindak pidana. Fachrul merujuk pada Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.
Unsur-unsur yang perlu digali lebih dalam oleh penyidik mencakup berbagai aspek dari transaksi tersebut. Salah satunya adalah janji pembangunan rumah yang ternyata tidak ada realisasinya, dan penggunaan rekening pribadi dalam transaksi yang bernilai besar juga patut dicurigai.
Penggunaan teknik penyesatan konsumen dengan iming-iming unit siap huni juga patut diperhatikan. Selain itu, ketentuan sepihak dalam kesepakatan yang merugikan pihak pembeli adalah hal yang tidak bisa dibiarkan.
Melalui laporan itu, Fachrul berharap agar Polres Ternate dapat bertindak dengan tegas dan objektif. Kasus ini bukan hanya masalah pribadi tetapi juga bisa merusak kepercayaan publik terhadap industri properti dan berpotensi membuka peluang bagi pelanggaran hak konsumen di masa yang akan datang.
Fachrul mengingatkan bahwa penting untuk tidak menganggap remeh masalah ini. Ia menyerukan agar kasus penipuan seperti ini mendapatkan perhatian serius, karena menyangkut perlindungan konsumen dan integrity penegakan hukum di wilayah Ternate.
Menyongsong Harapan dan Tindakan Tegas dari Pihak Berwenang
Keberanian Fachrul untuk melapor adalah langkah penting dalam memperjuangkan hak-hak konsumen. Ia berharap bahwa langkah hukum ini bisa membuka mata masyarakat akan pentingnya kehati-hatian dalam melakukan transaksi properti, terutama jika melibatkan uang dalam jumlah besar.
Bagi pihak berwenang, ini adalah kesempatan untuk menunjukkan komitmen terhadap penegakan hukum. Dengan menangani kasus ini dengan serius, mereka dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi masyarakat dalam bertransaksi.
Pada akhirnya, kasus ini diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak. Bagi pembeli, penting untuk lebih teliti dan skeptis dalam melakukan transaksi, sementara bagi pelaku usaha, transparansi dan kejujuran adalah kunci untuk menjaga kepercayaan.
Fachrul meminta agar masyarakat terus bersolidaritas dan melaporkan jika menemukan praktik-praktik serupa. Dengan bersatu, mereka dapat membantu mencegah penipuan lebih lanjut dan menjaga hak-hak konsumen.
Semua orang berhak mendapatkan perlindungan dalam melakukan transaksi. Ketika hukum ditegakkan dengan sah dan adil, akan ada kepercayaan yang lebih besar dalam industri properti di Ternate dan sekitarnya.