www.pantaupublik.id – Meski diawali dengan perdebatan kecil di tingkat lokal, masyarakat di Kepulauan Sula, Maluku Utara kini memperhatikan dengan serius dua kasus dugaan kekerasan seksual yang baru-baru ini mencuat. Kasus pertama melibatkan oknum anggota DPRD Sula yang dilaporkan pada tanggal 22 Juli 2025, sedangkan yang kedua melibatkan warga sipil yang dilaporkan pada tanggal 28 Juli 2025. Kedua insiden ini terjadi dalam waktu yang sangat berdekatan, sehingga menarik perhatian publik dan menciptakan perbandingan yang tajam mengenai penanganan kasus.
Di sisi lain, masyarakat mulai menunjukkan keprihatinan terhadap cara penegakan hukum di daerah tersebut. Dalam konteks ini, kepolisian mendapat perhatian lebih, yaitu bagaimana mereka menangani dua kasus berbeda dengan hasil yang tampak tidak seimbang. Publik mengharapkan keadilan, dan sikap transparansi dari aparat penegak hukum menjadi sangat penting di tengah situasi ini.
Kasus pertama yang melibatkan anggota DPRD Sula, MLT atau Mardin, terjadi di rumah dinas DPRD di desa Mangega, Kecamatan Sanana Utara. Pelapor berinisial DR, seorang perempuan berusia 28 tahun, melalui kuasa hukum telah memberikan laporan resmi ke SPKT Polres Kepulauan Sula. Sekarang, kasus ini sedang dalam proses penyelidikan, namun masyarakat mulai mempertanyakan kenapa penanganannya terkesan lambat.
Di sisi lain, untuk kasus yang melibatkan warga sipil, penyidik sudah melangkah lebih jauh dengan penetapan tersangka dan penahanan. Proses menuju tahap II sudah dimulai, dan ini menciptakan perbandingan yang mencolok antara kedua kasus tersebut. Seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, “Kita juga heran, yang di Desa Auphonia terjadi tanggal 28 Juli tetapi penyidik cepat menetapkan tersangka dan penahanan, padahal kasus di Desa Mangega sudah lebih dulu dilaporkan.” Dari pernyataan ini, tampak sekali kekecewaan masyarakat terhadap tidak konsistennya penanganan kasus serupa.
Implikasi Sosial dari Penanganan Kasus Kekerasan Seksual
Pentingnya keadilan dalam kasus-kasus kekerasan seksual menjadi fokus utama bagi masyarakat Kepulauan Sula. Kekhawatiran akan adanya ketidakadilan muncul ketika penanganan kedua kasus sangat berbeda. Masyarakat menginginkan prinsip “Equality Before The Law” ditegakkan, tanpa memandang status sosial pelaku.”
Sikap skeptis publik muncul karena adanya perbedaan perlakuan antara pejabat publik dan warga sipil biasa. “Jangan sampai kesan tebang pilih mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum,” ungkap seorang warga, menekankan pada pentingnya keadilan bagi semua. Dalam konteks ini, kehadiran aparat penegak hukum sangat diharapkan agar tidak memberi celah bagi praktik diskriminatif.
Melihat situasi ini, kepercayaan terhadap hukum menjadi sangat krusial. Warga khawatir bahwa jika penanganan kasus ini tidak serius, akan muncul rasa tidak percaya kepada aparat penegak hukum, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam perlindungan masyarakat. “Kita kan masyarakat awam bisa membandingkan, kenapa kasusnya sama tapi yang satu sudah progres sedangkan yang lainnya seolah jalan di tempat,” tambahnya.
Persepsi Masyarakat terhadap Penegakan Hukum yang Adil
Dalam banyak kasus, keyakinan masyarakat terhadap sistem hukum sangat tergantung pada bagaimana proses penanganan kasus dilakukan. Sikap skeptis ini tidak hanya disebabkan oleh faktor individual, tetapi juga oleh pengalaman kolektif masyarakat dalam menghadapi situasi serupa. Persepsi bahwa hukum hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas sangat berdampak pada kepercayaan kepada lembaga-lembaga hukum.
Apalagi dengan adanya keterkaitan antara kasus yang melibatkan pejabat publik, masyarakat semakin merasa ragu. Mereka berharap untuk tidak melihat diskriminasi dalam penegakan hukum, yang seyogianya bersifat universal. “Kita berharap agar kasus pemerkosaan yang melibatkan Anggota DPRD segera mendapat kepastian hukum,” ungkap seorang warga lagi.
Keberanian masyarakat untuk bersuara menjadi faktor penting dalam menciptakan perubahan. Dengan menyoroti kasus-kasus seperti ini, diharapkan terjadi peningkatan kesadaran tentang perlunya penegakan hukum yang adil dan transparan. Masyarakat Sula percaya bahwa mereka memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan yang setara di mata hukum.
Pentingnya Kesadaran Hukum di Kalangan Masyarakat dan Aparat
Kesadaran hukum di kalangan masyarakat dan aparat harus berjalan seiringan. Masyarakat perlu memahami hak-hak mereka, sementara aparat penegak hukum harus berkomitmen untuk menjalankan tugasnya dengan profesional dan transparan. Dalam konteks ini, pendidikan hukum di tingkat lokal menjadi sangat krusial.
Masyarakat yang sadar akan hak-haknya akan lebih berani melaporkan kasus-kasus kekerasan. Di sisi lain, aparat penegak hukum harus meningkatkan kemampuan mereka dalam menangani kasus-kasus sensitif semacam ini. “Adanya konsolidasi antara masyarakat dan aparat penegak hukum dapat menciptakan lingkungan yang aman dan adil,” ungkap seorang aktivis hukum.
Harapan akan keadilan terus bergulir di tengah masyarakat Kepulauan Sula. Dengan adanya kesadaran yang semakin meningkat, diharapkan kedua kasus ini dapat diselesaikan dengan adil. Dan lebih penting lagi, bagaimana kasus ini menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas penegakan hukum di daerah tersebut.